Header Ads

Breaking News

RAIBNYA TEMPAT SAMPAH DI KAMPUNGKU

Design by :freepik.com dan Kojab Media
Design by : freepik.com and Kojab Media

Perjalanan ba’da subuh hari ini dengan kereta menuju pajak di jalan Bakti selalu menjadi sesuatu yang menyenangkan, meski hal ini sesekali kami lakukan. Sebab biasanya lebih sering memilih jalan kaki saja ke pajak yang dekat rumah di Simpang Pikir bersama 2 jagoan yang hampir beranjak remaja. 

         Tugas belanja memang urusan saya. Tak apa, begitulah berbagi tugas dan kewajiban suami-istri. Meski masih sering ngopek untuk pilih-pilih belanjanya. 
Waktu menunjukkan pukul 5.45 pagi ketika saya mengeluarkan sepeda motor dan memanaskannya. Matahari mulai menghempaskan gelap dan sisa-sisa embun. Betapa nikmat anugerah Allah pagi ini. Kamipun bergegas, agar tak berbenturan dengan aktivitas lainnya bila terlalu siang belanja. Suasana nyaman melewati jalan aspal yang masih sunyi, dihiasi pohon ketapang dan sejenisnya di kanan jalan setelah melewati Kantor Lurah Siumbut Baru, membuat hati semakin segar. 

        Bagi yang sering dan perhatian seputaran jalan antara Kelurahan Siumbut Baru dan Kelurahan Mutiara, pasti pernah melihat sejumlah papan peringatan. Di antara peringatan tersebut berbunyi ‘Dilarang...! Membuang Sampah di Sepanjang Jalan Budi Utomo Kecuali...(gambar monyet dan anjing) atau doa ‘orang membuang sampah menjadi miskin’ yang ditempelkan pada tempat terentu. Sekitar setahun yang lalu pada tempat yang ada papan peringatan tersebut pernah menjadi Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS). Terhitung sepanjang jalan Budi Utomo setidaknya ada 4 pembuangan yang ‘dulu’ dimanfaatkan masyarakat. Tapi entah apa sebabnya, tempat pembuangan itu tak nampak lagi ujudnya. Hilang. Kemungkinan karena pertimbangan estetika kali ya?
Pembuangan sementara sampah ini bagi masyarakat memang sangat penting, bahkan kategori penting sekali. Khususnya sampah rumah tangga. Populasi penduduk yang tinggal seputaran dan melewati pembuangan sampah itu semakin banyak. Hal ini mengakibatkan semakin banyak penduduk, semakin tak terhentikan pula sampah rumahan yang harus di buang. Pun bisa jadi tak cukup lagi lahan pribadi yang dapat dijadikan tempat pembuangan dan pembakaran sampah. Jadi, keberadaan TPS menjadi sangat penting. 

       Meski berulang kali saya melewati lokasi ini, tetap saja papan peringatan itu tak berarti dan bermanfaat banyak. Walau seiring doa yang menyedihkan, juga tak memberi efek berarti. Sebab berulang kali tempat yang ‘pernah’ menjadi TPS -sampai tulisan ini saya buat- selalu saja menjadi TPS dalam hati masyarakat. Meskipun sudah tak ada lagi ujudnya, raib entah kemana. Terbuanglah sampah pada mantan TPS itu.
Hal ini mungkin disebabkan bila menuruti TPS yang tersisa menuju Gambir Baru, maka warga Desa Subur, Siumbut-umbut, Siumbut Baru, harus melewati perjalanan yang lumayan jauh dalam membuang sampah. Adapun bila memanfaatkan petugas kebersihan pengutip sampah, sangat sulit ditunggu kehadirannya setiap hari. Alasan yang terdengar karena armada betor sampah yang kurang, namun sering rusak. Begitulah penjelasan dari pak petugas itu. Sampah rumah tangga akan sempat membusuk, dicacah kucing, ayam, dan sebagainya yang dapat menimbulkan bau tak sedap dan pemandangan yang tak layak di rumah. 

        Jalan tercepat adalah segera membuangnya ke tempat pembuangan sampah terdekat. Maka dipilihlah TPS yang sudah raib itu menjadi TPS yang pembuang sampahnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Lo kok sembunyi-sembunyi? Ya karena itu memang bukan TPS lagi.  
Rasa syukur pagi ini, harus terusik dan jadi tak nyaman sejauh mata memandang. Sampah yang di buang pada tempat yang sudah tak menjadi TPS, malah semakin tak karuan di jalan. Lebih rusuhnya, bila dulu waktu TPS belum raib, ada petugas menggunakan truk sampah yang mengutip saban hari di waktu pagi. Sejak tak TPS resmi lagi, maka dipastikan jarang terkutiplah sampah-sampah itu. Semakin menggunung juga. 
Memang permasalahan sampah ini cukup pelik. Meskipun pemerintah Kabupaten Asahan baru saja mengesahkan Perda nomor 6 tahun 2020 terkait sampah, sepertinya belum dapat termanfaatkan secara tepat guna. Belum ada penerapan nyatanya. Misalnya pada pasal 49 point e adanya larangan mengeruk atau mengais sampah di TPS kecuali oleh Petugas Kebersihan untuk kepentingan dinas. 

        Lihatlah masih saja sampah dari TPS dikutip banyak orang saban hari. Meski dengan sampah itu mungkin menghasilkan hajat hidup saudara kita yang mengutip di TPS. 
Pemberdayaan sampah untuk di daur ulang oleh masyarakat juga tak tampak. Misalnya ada pendidikan dan pelatihan mengelola sampah yang sulit diurai menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan lagi juga belum ada sesuai dengan amanah Perda. 
 Menyikapi ini memang terpulang kesadaran diri kita untuk setidaknya tak membuang sampah rumahan itu hanya karena ‘ah orang itu saja buang di situ, aku jugaklah. Mari perbaiki diri, ‘malulah aku buang sampah di tempat yang sudah tak menjadi TPS lagi’. Luangkanlah waktu barang sejenak untuk membuangnya di TPS yang lainnya -misal jalan menuju arah Gambir Baru. Kita harus move on dari mantan TPS yang raib. Itulah salah satu peran kita. Mungkin cara berikutnya bayarlah lebih banyak iuran bulanan petugas pengutip sampah, agar senang ia mengutip sampah kita dengan sesegera mungkin. 
Lain dari itu, mari kita berdoa agar pemangku  kepentingan di daerah ini mampu mengelola sampah menjadi tepat guna dan tepat sasaran. Tak merusak ekosistem alam. Mampu pula pemerintah mendorong dan melatih komunitas-komunitas agar dapat mengelola sampah daur ulang. 

Saufi G
Pegiat Literasi tinggal di Siumbut-umbut, Kisaran Timur, Asahan. Sumut.

Info lengkap hubungi kami : 
Lena 085372510888 
Ayu 0811629373 
Hermansyah Marpaung 08126292003 
Saipul Bahri Nababan 081360053602 

Bila ada yang memberikan infaq atau sedekah harap konfirmasi ke salah satu relawan KOJAB 
Rekening Kojab 2 Bank Syariah Mandiri 
No.Rek. 7104298545 
Atas Nama Komunitas Jum'at Berbagi 

Wassalamu'alaikum 
 #indahnyaberbagi #komunitasjumatberbagi.

Tidak ada komentar